“Pokoknya ibu tetap mau umrah, tidak akan memberatkan kalian, uang ibu ada”
Begitulah keukehnya ibu mertua untuk berangkat umrah . Diam-diam sudah menghubungi teman-teman seumurannya menanyakan travel agen mana yang akan digunakan. Akhirnya anak-anak beliau tidak bisa melarang lagi keinginan orang tua tsb. Sebetulnya beliau akan berangkat haji tahun 2009 untuk yang kedua kalinya, tapi tahun 2008 ini ada niat umrah juga. Uang ada, keinginan menggebu, epritingis ok lah.
Anak kesayangannya alias si hubby mengatarkan ibu ke travel agent yg kami pilihkan. Setor termasuk pengurusan pasport, maka ditetapkanlah jadwal tgl 21 Juni 2008. Sehari setelah setoran, ibu ditelpon pihak travel minta ibu melengkapi dokumen berupa surat nikah. Ternyata ibu gak punya dokumen selembarpun. Baik itu surat nikah, akte kelahiran, apalagi ijazah. Akhirnya kepengurusan pasport kami ambil alih dari travel agen. Mulailah petualangan menelusuri surat nikah ke KUA Senapelan. Pertama-surat pengantar dari lurah, butuh ½ hari menunggu ibu Lurah Umban Sari. Diteruskan ke Polisi melaporkan surat kehilangan, berlanjut ke imigrasi dengan melewatkan KUA. Berharap di imigrasi cukup menggunakan surat hilang polisi.Ternyata enggak laku, harus minta surat keterangan nikah di KUA . Sampai di KUA kami jelaskan duduk persoalan ke petugas yang duduk dimeja front office, lalu dicatat ini-itu dan disuruh menunggu Kepala KUA. Sambil menunggu kami diingatkan oleh petugas lain seorang wanita, bahwa pak KUA tidak akan mau mengeluarkan surat keterangan nikah, tapi bisa membuatkan duplikat surat nikah bersasarkan data yang tersimpan didata base mereka. Berupa buku lusuh yang sudah tidak berkulit. Itupun yang tercatat periode mulai1960, sementara ibu mertua menikah tahun 1955 di rumah, dimana penghulu ,saksi dan mempelai prianya sekarang semua sudah almarhum. Apa ibu disuruh menikah lagi aja biar dapat surat nikah? Yang menarik gaya bicara si pegawai itu sambil duduk dimeja , posisi satu kaki nangkring di pot bunga sambil mengunyah –ngunyah kipang.kacang. Alot sekali dan maaf giginya yang tongos itu makin tongos dijejali kacang, Aku jiijik dan sebal melihat gayanya yang kurang sopan. Alhasil setelah Kepala KUA datang jawabannya tidak bisa.
Alternatif ke dua dijalankan dengan mengurus akte kelahiran dispensasi ke catatan sipil. Padahal suami teman dikantor ada yang bertugas di catatan sipil, kok bisa lupa ya. Alhamdulillah urusannya gak bertele-tele. Semua berkas sudah maju ke imigrasi. Hari ini ibu wawancara dan foto. Minggu depan tentu sudah bisa mengantongi buku hijau tersebut dengan catatan jika ibu tidak dianggap teroris. Lalu jadwal umrah ditetapkan tanggal 30 Juli bulan depan.
Dari hal tersebut barulah merasa pentingnya dokumen diri. Tapi bagi ibu rumah tangga yang sederhana dan betul-betul lugu, manalah kepikiran akan berurusan dengan hal spt ini. Mimpi keluar negri pun tidak. Obsesi keluar negri hanya karena ingin berhaji dan umrah lain tidak. Jika suatu saat ada yang mengaku anaknya almarhum bapak meminta warisan, keluarga ibu juga tidak bisa mengakui atau menolak. Lha ibu dan bapak mertua nggak punya surat nikah kok. Untungnya semua anak-anak mereka mempunyai akte kelahiran. Entah bagaimana cara kepengurusannya tanpa selembar surat nikah kedua orang tua mereka.
Begitulah keukehnya ibu mertua untuk berangkat umrah . Diam-diam sudah menghubungi teman-teman seumurannya menanyakan travel agen mana yang akan digunakan. Akhirnya anak-anak beliau tidak bisa melarang lagi keinginan orang tua tsb. Sebetulnya beliau akan berangkat haji tahun 2009 untuk yang kedua kalinya, tapi tahun 2008 ini ada niat umrah juga. Uang ada, keinginan menggebu, epritingis ok lah.
Anak kesayangannya alias si hubby mengatarkan ibu ke travel agent yg kami pilihkan. Setor termasuk pengurusan pasport, maka ditetapkanlah jadwal tgl 21 Juni 2008. Sehari setelah setoran, ibu ditelpon pihak travel minta ibu melengkapi dokumen berupa surat nikah. Ternyata ibu gak punya dokumen selembarpun. Baik itu surat nikah, akte kelahiran, apalagi ijazah. Akhirnya kepengurusan pasport kami ambil alih dari travel agen. Mulailah petualangan menelusuri surat nikah ke KUA Senapelan. Pertama-surat pengantar dari lurah, butuh ½ hari menunggu ibu Lurah Umban Sari. Diteruskan ke Polisi melaporkan surat kehilangan, berlanjut ke imigrasi dengan melewatkan KUA. Berharap di imigrasi cukup menggunakan surat hilang polisi.Ternyata enggak laku, harus minta surat keterangan nikah di KUA . Sampai di KUA kami jelaskan duduk persoalan ke petugas yang duduk dimeja front office, lalu dicatat ini-itu dan disuruh menunggu Kepala KUA. Sambil menunggu kami diingatkan oleh petugas lain seorang wanita, bahwa pak KUA tidak akan mau mengeluarkan surat keterangan nikah, tapi bisa membuatkan duplikat surat nikah bersasarkan data yang tersimpan didata base mereka. Berupa buku lusuh yang sudah tidak berkulit. Itupun yang tercatat periode mulai1960, sementara ibu mertua menikah tahun 1955 di rumah, dimana penghulu ,saksi dan mempelai prianya sekarang semua sudah almarhum. Apa ibu disuruh menikah lagi aja biar dapat surat nikah? Yang menarik gaya bicara si pegawai itu sambil duduk dimeja , posisi satu kaki nangkring di pot bunga sambil mengunyah –ngunyah kipang.kacang. Alot sekali dan maaf giginya yang tongos itu makin tongos dijejali kacang, Aku jiijik dan sebal melihat gayanya yang kurang sopan. Alhasil setelah Kepala KUA datang jawabannya tidak bisa.
Alternatif ke dua dijalankan dengan mengurus akte kelahiran dispensasi ke catatan sipil. Padahal suami teman dikantor ada yang bertugas di catatan sipil, kok bisa lupa ya. Alhamdulillah urusannya gak bertele-tele. Semua berkas sudah maju ke imigrasi. Hari ini ibu wawancara dan foto. Minggu depan tentu sudah bisa mengantongi buku hijau tersebut dengan catatan jika ibu tidak dianggap teroris. Lalu jadwal umrah ditetapkan tanggal 30 Juli bulan depan.
Dari hal tersebut barulah merasa pentingnya dokumen diri. Tapi bagi ibu rumah tangga yang sederhana dan betul-betul lugu, manalah kepikiran akan berurusan dengan hal spt ini. Mimpi keluar negri pun tidak. Obsesi keluar negri hanya karena ingin berhaji dan umrah lain tidak. Jika suatu saat ada yang mengaku anaknya almarhum bapak meminta warisan, keluarga ibu juga tidak bisa mengakui atau menolak. Lha ibu dan bapak mertua nggak punya surat nikah kok. Untungnya semua anak-anak mereka mempunyai akte kelahiran. Entah bagaimana cara kepengurusannya tanpa selembar surat nikah kedua orang tua mereka.
No comments:
Post a Comment