May 12, 2008

Sebuah Karakter

Akhir bulan telah tiba. Saatnya untuk mengisi lemari-lemari dapur. Ambil ini ambil itu dan belanjaan sudah memenuhi troly. Antri juga jadi sangat panjang. Lelah tapi masih lebih nyaman karena tidak ada becek. Bisa juga mengintip kebiasaan keluarga-keluarga lain. Di depan ku berdiri pria bule dengan 2 anak balita. Mereka didudukkan did lam troly. Aduh menggemaskan pipinya merah. Mereka berceloteh memperebutkan permen loli. Si kakak menghitung permennya ada “five !” padahal di tangannya enam. Lalu si ayah membetulkan “six” adiknya yang lebih kecil setuju dengan ayahnya. Ikut bilang six. Tapi si kakak masih bertahan bilang five….salah kok maksa….

Antrian tiba giliran ku. 2 bocah kulit putih itu sudah dikeluarkan ayahnya dari troli. Tiba-tiba Fira teringat mengambil sesuatu, sementara aku sudah selesai. Berarti aku harus antri lagi kebelakang. Akhirnya aku selesai, Fira sendirian dibarisana antri. Sementara aku duduk diluar ada bangku panjang menghadap ke parkiran.. Dibangku itu duduk 2 gadis remaja berjilbab berseragam pramuka . Aku menyapa dengan senyum dan mereka membalas dan memberikan aku tempat. Aku lirik mereka asyik menjilati es krim tanpa bicara.

Dari sebuah mobil Suzuki biru, keluar gadis berseragam SMA. Sekali pandang aku langsung menilai anak ini cantik. Tapi kok ada yang salah. Sepertinya aku melihat sebuah hanger berjalan karena bagian pundaknya rata-rata air. Lalu bagian pinggul kebawah sepertinya ada baut yang terlepas. Bergoyang kiri-kanan……kiri-kanan pelan melangkah. Barangkali sambil melangkah gadis ini juga sambil menahan nafas supaya bagian perutnya rata. Kasian sekali kelihatannya tersiksa, ingin kelihatan bak peragawati

Dibelakang aku duduk ada, dinding kaca. Nah sigadis tadi dengan cara berjalan dimana anggota tubuh atas seakan-akan terpisah dengan anggota tubuh bawah selalu memandang pantulan dirinya dikaca. Sampai dia menghilang dibalik pintu kepalaku dan 2 gadis berbaju pramuka menoleh mengikuti kemana si gadis SMA berjalan. Tapi tidak ada kalimat yang muncul dari kedua bibir anak-anak ini . Mereka hanya senyum satu sama lain dan melanjutkan menjilati es krimnya.

Jika aku jadi anak-anak yang makan es krim ini tentu sudah terkikik-kikik menggunjingkan sicantik kekurangan baut ini. Sebuah pendidikan karakter yang diterima mereka dari sekolah, orang tua dan lingkungan mereka.

di Sebuah ATM

Dalam antrian panjang di sebuah ATM, untuk mengatasi kebosanan aku terlibat ngobrol dengan ibu-ibu yang berdiri di depan ku. Ngalor ngidul seperti orang yang sudah kenal lama. Lama-lama barisan ku sudah sampai ke barisan no 4. Ku pikir tidak lama lagi giliran ku. Aku mulai menyiapkan kartu atm, handphone yang memuat no tranferan yang akan ku tuju. Tapi sampai disini keadaan tidak berubah 5 menit.

Seorang ibu muda sambil menggendong bayi disebelah tangan kanan, tangan kirinya memencet-mencet keyboard msein atm. Salah lagi. Salah lagi. Ibu yang dibelakangnya sudah memberikan instruksi apa-apa yang harus dipencet. Sesekali tangan kanannya dinaikkan keatas membetulkan posisi duduk sibayi. Sepertinya si bayi terjepit dilengan ibunya, dan mulai meronta. Tapi laki-laki yang berdiri disamping ibu muda itu terus saja memberi instruksi. Awalnya ku pikir pria itu petugas bank, tapi kok akrab sekali. Tapi kenapa dia tidak peduli pada kesulitan ibu yang menggendong bayi ini.

Ibu yang antri dibelakang ,no 2 sudah mulai gelisah dan minta waktu sebentar untuk menggunakan atm sementara ibu yang menggendong bayi masih bolak-balik memasukkan kartu lalu pencet-pencet, memperbaiki posisi bayi dan menunggu uangnya keluar. Kalau ambil uang banyak kan lebih praktis ke counter saja tapi mungkin kelupaan bawa buku.

Aku maju ke barisan depan minta pria disebelahnya agar menggendong bayi itu sebentar. Masa bodoh apakah itu suaminya atau bukan , lah ngapain dia berdiri saja sementara disampingnya seorang wanita kesulitan. Eh ternyata pria itu memang suaminya. Waduh apa ya dalam pikiran suaminya, kok tidak berkeinginan membantu melihat menggeliat-geliat dalam kepitan ibunya, lalu sebelah tangan sibuk dengan tombol. Kemana empatinya sebagai suami.

Setelah tangan si ibu bebas dari bayi, proses pengambilan uang berjalan lancar, tidak samapi 3 menit giliran berikut bisa maju . Tiba pada giliran ku O-o uangnya habis sudah…………………………..