Sejak kecil aku emang udah langganan ke dokter, konon suka sakit-sakitan. Belum 2 tahun udah nginap di RS. Waktu TK , kena typus dan menginap 18 hari di RS. Mulai SD flu pilek wah 2 bulan sekali. Sederet pantang harus dipatuhi: tidak boleh makan es, harus selalu pakai jacket, gak boleh mandi air dingin (jadi jarang mandi ), gak boleh buka sendal kalo main diluar dll.
Waktu SMP udah jarang ke dokter. Malu dong sakit-sakitan jadi gak bisa ngeceng gitu. Setelah itu.. selamat tinggal dokter....kalo gak sakiiiit banget ( sakit tipus lagi waktu kuliah) atau sakit gigi
Setelah beberapa lama gak ke dokter, jadi lupa tata cara ke dokter berikut gaya dokter meriksa pasien. Biasanya kalo flu gak perlu ke dokter, cukup istirahat dan makan jeruk atau kalo bandel paling minum obat warung. Brubung usia udah nambah, keluhan mulai banyak seperti sakit pingganglah,jari semutanlah, bisullah atau syndrome berobat gratis?
Yap tempat ku bekerja mempunyai fasilitas berobat gratis bg pegawainya. Dokternya pinter-pinter. Coba aja - waktu aku baru duduk tuh dokter udah ngeluarin resep (hah dukun kali) kok dia tau aku sakit apa . Obatnya gak jauh dari Panadol dan kawan-kawan.Untungnya cocok krn gak ke dokterpun jk aku beli sendiri di warung mungkin akan sembuh juga.
Saat lain aku pengen cek mata, oleh resepsionist disuruh ke umum dulu. Dokternya nanya:
" Ibu sakit apa " tanpa memalingkan matanya dari komputer
Waktu SMP udah jarang ke dokter. Malu dong sakit-sakitan jadi gak bisa ngeceng gitu. Setelah itu.. selamat tinggal dokter....kalo gak sakiiiit banget ( sakit tipus lagi waktu kuliah) atau sakit gigi
Setelah beberapa lama gak ke dokter, jadi lupa tata cara ke dokter berikut gaya dokter meriksa pasien. Biasanya kalo flu gak perlu ke dokter, cukup istirahat dan makan jeruk atau kalo bandel paling minum obat warung. Brubung usia udah nambah, keluhan mulai banyak seperti sakit pingganglah,jari semutanlah, bisullah atau syndrome berobat gratis?
Yap tempat ku bekerja mempunyai fasilitas berobat gratis bg pegawainya. Dokternya pinter-pinter. Coba aja - waktu aku baru duduk tuh dokter udah ngeluarin resep (hah dukun kali) kok dia tau aku sakit apa . Obatnya gak jauh dari Panadol dan kawan-kawan.Untungnya cocok krn gak ke dokterpun jk aku beli sendiri di warung mungkin akan sembuh juga.
Saat lain aku pengen cek mata, oleh resepsionist disuruh ke umum dulu. Dokternya nanya:
" Ibu sakit apa " tanpa memalingkan matanya dari komputer
(lagi asyik chating ), saya jawab
"Kanker" dokternya noleh dan mendelik dari balik kacamata segarisnya mendapati aku lagi senyum-senyum "kantong kering, 'dog' "
"hm ..ah ibu yg serius dong"
"Mana saya tau namanya apa, tapi gejalanya tenggorokan gatal, suara serak" (maksudnya kan batuk kok panjang-panjang)
Tanpa ekspresi dan tanpa pemeriksaan dokternya bikin resep .
Lagi-lagi Panadol + plus obat ces...ces apa ya lupa kayak permen mentol (aduh tulalit)
Waktu hamil ke 3 lalu saat trimenster 1, lebih sering berurusan sama perawat aja. Dokter siap dengan vitamin-vitamin saja. Gak banyak pembicaraan sama dokter kandungan krn secara umum aku dah tau krn merasa udah pengalaman. Masuk bulan ke 4 USG biasa-biasa saja, ukur tensi oleh perawat cek air seni ke lab ( ini tiap bulan). Bulan ke 7 ketahuan aku Placenta praevia Total. Menurut dokter, melahirkannya harus operasi. Aku Ok saja dan dokter tdk memberi keterangan lain, dan aku jga males nanya 'abis mukanya gak sedap. Langsung cari tau di internet PPT itu apa? apa masih bisa melahirkan normal?
Memasuki kehamilan 37 Minggu. Jadwal kontrol 2 minggu sekali, dokternya gak baca statusku dulu malah nanya
"Berapa minggu "
" 37" jawabku
"anak ke berapa Bu" (Lho udah 7 bulan bertemu kok belum kenal sih padahal dokter kandungan perusahaan yg pasiennya lingkungan sendiri)
"anak ke 3"
Terus dokternya periksa tensi dan meraba-raba perutku (memeriksa:P). Lalu berjalan ke mejanya dan membaca pregnance record ku
"Eh Ibu PPT ya" tanyanya lagi dan kembali memegang perut ku yg sudah seminggu ini sering tegang - kontraksi.
" Kalo kontraksi gini Ibu hrs segera melahirkan, krn Ibu PPT, sejak kapan terasa kontraksi?"
"Udah seminggu"
Dokternya langsung memberi instruksi siapkan kursi dorong untuk membawaku ke ruang USG dan mencancel pasien lain atau pindah ke dokter Obigin yg lain.
Dengan tergopoh-gopoh suster mendorongku ke Ruang USG, dan disana dokter itu keliatan panik (Rasain Lu! gue bikin repot-padahal sebenarnya aku lagi dujung tanduk krn gak ngerti ya tenang-tenang saja)
Lalu sambil USG dokternya baru nerangin kalo Placenta ku itu ada dimulut rahim dan menutupi jalan lahir (ini aku dah tahu dari Internet). Jika terjadi kontraksi dan pendarahan di rumah , dalam 10 menit aku bisa kehabisan darah dan meninggal (ak ku bbbarrru tttaaaaaaaaaaahu u)
Alhasil hari itu juga (6 Agustus 2004) harus Cecar. Waktu itu kan cuma mau kontrol akhirnya malah masuk ruang operasi. Dan rasanya- mungkin- seperti akan dieksekusi saja. Apalagi berita bulan itu soal hukuman mati Ayodya pengedar narkoba dari India.
"Kanker" dokternya noleh dan mendelik dari balik kacamata segarisnya mendapati aku lagi senyum-senyum "kantong kering, 'dog' "
"hm ..ah ibu yg serius dong"
"Mana saya tau namanya apa, tapi gejalanya tenggorokan gatal, suara serak" (maksudnya kan batuk kok panjang-panjang)
Tanpa ekspresi dan tanpa pemeriksaan dokternya bikin resep .
Lagi-lagi Panadol + plus obat ces...ces apa ya lupa kayak permen mentol (aduh tulalit)
Waktu hamil ke 3 lalu saat trimenster 1, lebih sering berurusan sama perawat aja. Dokter siap dengan vitamin-vitamin saja. Gak banyak pembicaraan sama dokter kandungan krn secara umum aku dah tau krn merasa udah pengalaman. Masuk bulan ke 4 USG biasa-biasa saja, ukur tensi oleh perawat cek air seni ke lab ( ini tiap bulan). Bulan ke 7 ketahuan aku Placenta praevia Total. Menurut dokter, melahirkannya harus operasi. Aku Ok saja dan dokter tdk memberi keterangan lain, dan aku jga males nanya 'abis mukanya gak sedap. Langsung cari tau di internet PPT itu apa? apa masih bisa melahirkan normal?
Memasuki kehamilan 37 Minggu. Jadwal kontrol 2 minggu sekali, dokternya gak baca statusku dulu malah nanya
"Berapa minggu "
" 37" jawabku
"anak ke berapa Bu" (Lho udah 7 bulan bertemu kok belum kenal sih padahal dokter kandungan perusahaan yg pasiennya lingkungan sendiri)
"anak ke 3"
Terus dokternya periksa tensi dan meraba-raba perutku (memeriksa:P). Lalu berjalan ke mejanya dan membaca pregnance record ku
"Eh Ibu PPT ya" tanyanya lagi dan kembali memegang perut ku yg sudah seminggu ini sering tegang - kontraksi.
" Kalo kontraksi gini Ibu hrs segera melahirkan, krn Ibu PPT, sejak kapan terasa kontraksi?"
"Udah seminggu"
Dokternya langsung memberi instruksi siapkan kursi dorong untuk membawaku ke ruang USG dan mencancel pasien lain atau pindah ke dokter Obigin yg lain.
Dengan tergopoh-gopoh suster mendorongku ke Ruang USG, dan disana dokter itu keliatan panik (Rasain Lu! gue bikin repot-padahal sebenarnya aku lagi dujung tanduk krn gak ngerti ya tenang-tenang saja)
Lalu sambil USG dokternya baru nerangin kalo Placenta ku itu ada dimulut rahim dan menutupi jalan lahir (ini aku dah tahu dari Internet). Jika terjadi kontraksi dan pendarahan di rumah , dalam 10 menit aku bisa kehabisan darah dan meninggal (ak ku bbbarrru tttaaaaaaaaaaahu u)
Alhasil hari itu juga (6 Agustus 2004) harus Cecar. Waktu itu kan cuma mau kontrol akhirnya malah masuk ruang operasi. Dan rasanya- mungkin- seperti akan dieksekusi saja. Apalagi berita bulan itu soal hukuman mati Ayodya pengedar narkoba dari India.
Waktu si Baby usia 12 hari agak kuning. Biar lebih mantap aku bawa ke DSA di luar (luar RS Perusahaan maksudnya) eh akunya malah dimarahin krn bb bayi naiknya kecil. Lahirnya 2,4 Kg hari ke 12 baru 2,6. Dan di suruh beri susu Formula untuk Bayi BB rendah. Aku protes bukannya ASI lebih bagus, dimana mana disarankan berikan ASI eksklusif. Wadduh dokternya malah marah dan "bernyanyi 2/4 irama Mars" : "saya lebih tahu (saya tempe) anda lihat dengan ASI yg anda berikan hasilnya begini, artinya ASI anda tdk berkualitas" dll soal kehebatan dia menangani bayi-bayi lain.
" Terserah ! kalo Ibu mau ikuti saran saya, saya akan buatkan resep"
Ampun Bu...ampun bu dokter ..Udah ngeluarin uang dimarahin lagi. Maksud ku itu mo diskusi, tp krn pasien dah antri panjang, dokter itu hanya sempat mengeluarkan resep- resep tanpa memberikan pengetahuan kesehatan pada pasiennya.
No comments:
Post a Comment