Nov 27, 2008

Ngalor ngidul Sore




Faiz sudah senang bersekolah. Tiap pulang sekolah ada saja cerita baru yang dibawa. Kalimatnya juga sudah lebih dimengerti.Walau masih cadel pada huruf r dan l, tapi sudah cukup jelas.Seperti minggu lalu


"Tadi Faiz tidak teman (musuhan) dengan Ifa dan Agil"


mam :"kenapa Faiz?"


Faiz:"dipukulnya" maksudnya Faiz yang mukul kedua anak ini..


Besoknya ..


Faiz: "tadi Nayla marah sama Faiz"


mam : "kok marah?Faiz ganggu Nayla ya"


Faiz : " aku coret"
Mam :", aku,siapa nak?"
wah pakai kata ganti aku nih
Faiz : "aku ...Faiz.."


Kemarin:


Faiz : "tadi disekolah Fira muntah, waktu baris.Kata mamanya Fira masuk angin karena gak makan"


Bicara dengan kalimat panjang dengan tepat dan jelas..Alhamdulillah, akhirnya Faiz bisa....

Untuk urusan mewarna, masih suka-suka, misalnya mewarnai bendera diberi warna ungu. Warna telur dibuat pink. Dari bermacam gambar yang harus diwarnai akan ditambah improvisasi ada selang dan saluran airnya...
Kalau ke sekolah sekarang gak perlu diantar sampai ketangan ibu guru ..cukup digerbang , lalu hup teman-teman menyambut Faiz bak superstar datang..FaIZ...Faiz, eh ternyata Faiz ngetop juga. Jelas..paling usil dikelas. Jagoan disekolah.Apalagi senjata ludah pamungkasnya.
Saking suka jailin temannya, papa Nayla pernah penasaran yang mana sih anak yang bernama Faiz.Setelah tahu orangnya ...Ooooh ini anaknya keciiil..(hehe paling imut).
Gini-gini Faiz punya teman special loh. Namanya Sabrina.Biar dibilang Sabrina cengeng, kalau ditanya siapa teman paling disayang? pasti jawabnya Sabrina. Siapa teman Faiz yang paling cantik? masih saja Sabrina.Yang paling baik tetap Sabrina. Yang paling nakal? AGIL! Secara Agil cowok saingan Faiz dikelas.lah mereka cuma berdua yang laki-laki.
Oh iya, Gaya pipisnya Faiz juga berubah..tadinya duduk/jongkok sekarang berdiri bikin air mancur tinggi. Dalam minggu ini sudah 3 kali ganti baju disekolah karena kena pipis.Belum tahu ya bu guru kalau Faiz masih suka pub dicelana? tunggu aja...

Nov 14, 2008

Dalam Busana Daerah











Sebagai selingan, aku menerima ajakan teman yang mengajar di sebuah sekolah ekspatriat, untuk membawakan baju daerah. Kebetulan tema pelajaran Bahasa & Budaya Indonesia untuk kelas 1,2,3,4 SD adalah Propinsi Riau. Disekolah tsb guru-gurunya asli dari sono. Teacher Aid alias pembantu guru nya adalah orang Indonesia yang secara administrasi masih satu manajemen dengan kami.

Jam 13:15 kami sudah berada disana.Sebelum masuk gerbang prosedur standar yang harus dilakukan adalah mengisi buku tamu dan membawa visitor pass. Sekretaris sekolah tersebut memperkenalkan kami dengan principle, seorang wanita paruh baya yang ramah. Ngobrol sebentar, bahwa kami membawa baju daerah untuk kelas Bahasa hari ini. Beliau senang dan berencana kelak akan mengadakan monthly event….mengenal budaya Indonesia melalui alat musik,tarian,pakaian dan makanan…Wah mantap lah

Teman ku yang guru Bahasa Indonesia minta untuk waktu shalat dulu. Selesai Shalat, kelasnya belum juga dimulai. Ngobrol sudah kemana-mana, apalag i minggu sebelumnya kami sama-sama menghadiri pesta anak teman sejawat.Berlalu 30 menit aku mulai keliling gelisah. Ibu Guru itu memperlihatkan media mengajar yang semuanya pendukungnya didatangkan langsung dari negri asal, Amerika. Untuk mencari medianya bisa dari internet berupa gambar-gambar yang di cetak lalu delaminating. Hampir semua dinding ditutup softboard berbahan busa yang dilapisi kertas dan diberi border. Untuk satu softboard satu tema. Misal Riau, disitu akan tepajang gambar baju daerah, tumbuhan,hewan dan kerajinan asli Riau. Softboard yang lain tema Sulawesi, terpajang gambar khas Sulawesi juga. Dan uniknya mereka juga praktek membuat kerajinan seperti membatik, dikerjakan dikelas begitu selesai hasil karya murid dipajang di koridor. Praktek masak juga dilakukan, tentunya masakan Indonesia dengan bumbu-bumbu asli.

Jam 14;15 terdengar langkah terburu-buru dan suara anak kecil riuh memasuki ruangan. Hampir semuanya bersandal jepit warna-warni, berkaos dan celana pendek.Ternyata kelas Bahasa baru dimulai jam 14:15,praktis aku 1 jam lebih awal. Alasan Ibu Guru itu karena kebiasaan orang Indonesia suka ngaret. Kalau acara dimulai jam 14 harus disebutkan 1-2 jam sebelumnya. Itu orang kebanyakan kali, Bu…
Dari 9 anak sudah dipilih 2 orang laki dan perempuan. Yang laki bernama Brandon, yang perempuan bernama Keith.Masing-masing kelas 2 dan 1. Mereka antusias, tidak banyak tingkah…dalam 10 menit pakaian sudah dikenakan, mereka memamerkan keseluruh kelas dan kepala sekolah. 5 menit berikut kedua anak ini sudah bergabung dengan teman lain membahas pakaian apa yang baru dipakai Brandon dan Keith.

Selanjutnya yang dipakaikan baju Riau adalah anak kelas 3,4. Berbeda dengan anak kls 1,2… model perempuan yang diledek kawan-kawannya akan menikah..mulai merajuk.Cemberut saja walau ibu gurunya sudah menanyakan apakah Jasmin (nama model ini) memang terpilih jadi model ….semua setuju. Tapi seorang anak bernama Emmily terus saja nyrocos, soal get Marry sampai honeymoon, wah jauh sekali jangkauan Emmily. Model cowoknya keren, kalau difoto langsung action..sering sekali mengeluarkan keris mainannya dari balik sarung..
Ada petanyaan dari Emmily kenapa orang mau menikah malah bawa keris?.....iya…ya kenapa hayooooo…
Melihat dekorasi warna-warni disepanjang koridor,aku berfikir kapan ya sekolah negri di Indonesia bisa didandani cantik seperti ini. Padahal kalau guru mau kreatif, gak perlu mahal ada internet atau teknologi canggih, dari bahan sisa saja masih bisa dipakai. Atau menggunakan daun kering untuk border sebuah papan pengumuman…papannya dilapisi kertas manila, diatas kertas manila ditempel pengumuman. Supaya isi pengumuman gak melulu peraturan sekolah yang kaku dengan kertas putih dan tinta hitam…tapi bisa ditulis dengan spidol diatas kertas spotlight atau kertas timah bekas kotak rokok….ah banyak cara murah dan meriah asal kreatif….begitu juga dengan media pembelajaran, gak harus CD interaktif…..kliping Koran bekas bisa kok.Buat laminating, siapkan saja plastic,kain dan strika….

Berkunjung ke sekolah tersebut sudah mewakili sedikit informasi metoda pembelajaran, tanpa harus jau-jauh study banding keluar negri..Tapi kalau ditawari study banding ke LN siapa yang nolak……………..

Nov 6, 2008

Demam YM

Tau deh tiba-tiba jadi keranjingan YM an...Awalnya teman lama SMA..ngalor ngidul pakai bahasa gaul (daerah) dari sore ampe malem.Berlanjut ke teman SMP...halah tambah semaput, dari kantor berlanjut kerumah...kadang di HP...



Dulu sih ga gitu 2 amat...palagi yg baru2 kenal, kalo nulis jaim, formil, 3 - 4 baris tamat...nah sekarang demam...benar-benar demam...
Heiran ya..udah mak-mak ginih masih bisa juga keranjingan YM, ngalah-ngalahin anak ku yg ABG ajah..Mereka aja gak gitu amat.

Puber? hehe gak lah, yg dibahas ya nostalgia, resep, cara mendidik anak. Yang di Millis ga tuntas berlanjut di YM..udah deh senyum-senyum ndiri, kadang ngakak...anak-anak bingung. Faiz dah gatal kalo liat aku lagi senyum2 sendiri gini...
" Mami gak boleh tenet, gila tau!"..teriak Faiz
Apa iya keik orang gila..????, kalau gitu Gila YM, bukan Demam YM,deh

Nov 4, 2008

Mengatasi Krisis Keuangan Rumah Tangga

Saat ini banyak ibu-ibu rumah tangga pusing. Bayangkan saja, hampir semua harga sembako naik akibat harga BBM yang melonjak pesat. Pekerjaan dengan pendapatan memadai sulit didapat. Banyak Industri dalam negeri gulung tikar. Akhirnya tidak sedikit para bapak yang di-PHK. Krisi keuangan keluarga pun terjadi di mana-mana; membawa suasana yang memprihatinkan bagi mayoritas keluarga Indonesia.
Secara umum, krisis ekonomi Indonesia menjadi pangkal persoalan utama krisis keuangan keluarga. Pemerintah RI menetapkan batasan keluarga miskin adalah mereka yang berpendapatan di bawah Rp 175 ribu/bulan, yang setelah mendapat kecaman dari masyarakat, kemudian dirinci lagi menjadi Rp 175 ribu/anggota keluarga. Jika batasan ini dipakai, maka dengan Rp 700 ribu, sebuah keluarga kecil (ayah, ibu dan dua anak) harus mencurahkan energi otaknya untuk mengatur keuangan agar dapat bertahan hidup hingga satu bulan. Itu pun jika anak-anaknya masih balita dan belum memerlukan biaya sekolah. Sebab, untuk bersekolah saat ini butuh uang banyak; ada uang pangkal, SPP, uang transport, buku, seragam, dll. Belum lagi kebutuhan rumah tangga rutin seperti listrik, air, pakaian, sewa rumah, minyak tanah, dll. Pekerjaan dengan pendapatan minimal Rp 700 ribu/bulan saat ini bukan hal yang mudah didapat. Sangat jarang. Saat ini saja, menurut data, paling sedikit 23 juta orang menganggur!
Penulis mencoba menelusuri jalan-jalan di sebuah desa, mengamati apa yang bisa dilakukan seorang ibu dengan hanya beberapa lembar seribu rupiah dalam genggaman. Sekiranya beras masih terbeli, itu adalah hal yang sangat disyukuri. Kurang dari itu di desa masih ada gaplek dan tiwul (bahan olahan singkong). Jika tak ada uang sama sekali untuk membeli lauk, setidaknya masih banyak dedaunan yang bisa diolah menjadi hidangan yang lumayan. Di pedesaan masih banyak ditemui daun-daun singkong, umbi-umbian, bayam liar, daun pepaya, talas dan batangnya yang muda, kelapa dll. Masih gratis untuk dipetik di tepi-tepi dusun. Jika beruntung, di selokan yang jernih banyak ikan-ikan kecil dengan kandungan kalsium dan protein tinggi. Masih banyak mataair jernih bebas polusi. Sebuah desa yang patut disyukuri.
Namun, apakah semua masyarakat Indonesia tinggal di desa yang subur? Tentu tidak. Masih banyak yang tinggal di daerah pegunungan kapur yang tandus, desa-desa di tepi pantai, daerah berawa, dan bahkan dik kota-kota besar. Rasanya tidak semua keluarga bisa berharap dari kemurahan alam. Nelayan tak bisa melaut karena solar sudah menjadi barang langka. Tak melaut berarti dapur tak ngebul. Di daerah perkotaan, tidak ada dedaunan yang bisa dimakan. Di daerah pegunungan tandus, setetes air pun menjadi barang berharga. Wajar jika busung lapar merajalela, dan kematian akibat kelaparan semakin membayang.
Seorang ibu mengeluhkan kondisi keuangan rumah tangganya. Pendapatan suaminya tidak cukup untuk keluarga dengan empat anak. Jangankan menyekolahkan anak ke sekolah yang memadai (apalagi yang berkualitas), makan sehari-hari pun rasanya kurang. Susu bagi balita sudah tak sanggup lagi terbeli. Baginya, kualitas gizi apalagi pendidikan sudah tidak terpikirkan lagi. Lantas bagaimana solusinya?
Berhitung Lebih Cermat
Krisis keuangan akhirnya mengharuskan para ibu rumah tangga perlu memiliki kemampuan berhitung lebih cermat. Bekerja di luar rumah sering bukanlah solusi yang tepat, apalagi jika memiliki anak balita.
Islam menetapkan tanggung jawab utama wanita yang telah berumah tangga adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Perawatan, pengasuhan, pendidikan anak usia dini adalah hal yang dikorbankan ketika ibu keluar rumah untuk bekerja. Belum lagi urusan pengaturan rumah tangga yang masih menjadi tanggung jawabnya.
Untuk itu, hal yang pertama kali dilakukan ketika krisis keuangan melanda rumah tangga adalah menetapkan kebutuhan-kebutuhan yang menjadi prioritas. Beberapa langkah berikut bisa dilakukan para ibu:
1. Merinci anggaran untuk kebutuhan pokok sehari-hari seperti beras, lauk pauk, bahan bakar, listrik, air, dll; kemudian memisahkannya. Meskipun sedikit, upayakan untuk menabung. Paling tidak, untuk keperluan yang tidak terduga.
2. Menghilangkan kebiasaan jajan pada anak-anak. Kebanyakan jajanan sekarang gizinya rendah. Ibu harus membiasakan anak dengan makanan-makanan yang bergizi tinggi. Dengan asupan gizi yang baik, kondisi keluarga akan lebih sehat, tidak mudah sakit, kuat berpikir, dan mampu beraktivitas dengan baik. Misalnya, dengan uang Rp 500 rupiah, lebih baik anak dibelikan pisang dari pada snack jajanan anak-anak. Makanan alami lebih sehat daripada makanan instant olahan pabrik.
3. Perlu terampil mengolah menu hidangan yang sehat. Keahlian mengolah makanan sangat penting dipelajari oleh ibu (dan calon ibu).
4. Memilih tempat berbelanja yang murah untuk menekan anggarannya.

Jika Terpaksa Bekerja
Jika ibu terpaksa bekerja, hal utama yang harus dipikirkan adalah tidak meninggalkan atau mengabaikan tanggung jawab utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.
Sering kita berpikir bahwa bekerja hanyalah di perkantoran, pertokoan, atau pabrik-pabrik. Padahal inti untuk mengatasi keuangan keluarga hanyalah mendapatkan tambahan pendapatan. Banyak upaya yang bisa dilakukan seorang ibu untuk memiliki tambahan pendapatan, sekiranya usaha suami sudah sampai pada batas maksimal. Penulis mengamati seorang ibu rumah tangga yang memiliki prinsip “Tidak perlu bekerja di luar rumah, tetapi memiliki tambahan pendapatan.” Dengan keahlian memasak, selain bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga, ia pun menjualnya kepada tetangga atau warung-warung. Dengan keahlian menjahit, ia bisa menjahit pesanan baju tetangga dan kawan-kawannya di sela-sela waktu luangnya tanpa keluar rumah. Ada juga ibu rumah tangga yang pandai berdagang. Sambil mengunjungi tetangga, kerabat, atau komunikasi via telpon, ia aktif menawarkan dagangannya. Cukup banyak aktivitas menambah pendapatan keluarga yang bisa dilakukan di rumah, tanpa meninggalkan keluarga.
Ada satu hal yang penulis lihat sangat menarik, yakni seorang ibu yang ingin menambah pendapatan namun juga tetap ingin menangani secara langsung pendidikan usia dini bagi balitanya. Dalam kondisi krisis keuangan ia pun menawarkan kemampuannya untuk juga mengasuh sekaligus mendidik anak dini usia kepada rekan-rekannya, kerabatnya, tetangganya, yang juga memiliki anak-anak balita. Mereka pun menitipkan balitanya untuk bermain dan belajar dengan arahan yang islami, tentunya dengan imbalan. Walhasil, para ibu dapat belajar PADU (Pendidikan Anak Dini Usia) yang islami, anak-anak balita terbina dengan baik, dan sang ibu yang mengalami tadinya krisis keuangan, kini memiliki tambahan pendapatan.
Kisah-kisah para ibu dalam mengatasi keuangan keluarga ini tidaklah untuk mengarahkan para ibu untuk bekerja. Ini hanya sebagai satu alternatif membantu suami untuk mengatasi persoalan keuangan rumah tangga. Bagaimanapun hukum bekerja bagi para ibu adalah mubah (boleh). Kewajiban menafkahi keluarga tetap ada pada suami/kaum laki-laki.
Kerjasama Suami-Istri
Beratnya krisis keuangan yang dihadapi keluarga akan terasa lebih ringan bila dipikul bersama oleh suami dan istri sebagai dua orang sahabat. Di sinilah pentingnya kerjasama, komunikasi, dan saling mendukung saat persoalan-persoalan mendera.
Istri yang tidak mengkomunikasikan kesulitannya dalam mengasuh anak, mengatur rumah tangga, dan mengelola keuangannya di saat krisis hanyalah memendam persoalan yang akan mencuat menjadi konflik dalam rumah tangganya.
Suami yang biasanya tidak terlalu tahu lonjakan harga-harga barang kebutuhan pokok, sulitnya mencari minyak tanah, tiba-tiba terkejut saat belum akhir bulan, uang belanja istri sudah habis. Bukan tak mungkin suami mengira, istrilah yang tidak bisa berhemat.
Dalam sebuah kasus, ada istri yang terpaksa bekerja membantu mencari nafkah, ia harus membanting tulang sejak pagi hingga menjelang petang. Belum lagi urusan rumah tangga sepenuhnya masih ditanganinya; menyiapkan sarapan sejak sebelum subuh, memandikan anak balita, menyiapkan keperluan anak yang sudah sekolah, menyiapkan keperluan suami dan dirinya sendiri. Ketika pulang kerja kerja dalam keadaan penat, anak-anak belum terurus, makan malam belum disiapkan, rumah masih berantakan, piring kotor berserakan, dan sang istri harus menyelesaikannya semuanya. Menjelang tengah malam barulah ia sempat membaringkan badan. Luar biasa lelah!
Sayang sekali, sang istri sering tidak mampu mengkomunikasikan kesulitannya dalam menangani rumah tangga, dan sang suami terbiasa memandangnya sebagai seorang super woman. Padahal persoalan-persoalan yang meruak dalam rumah tangga sebagian besar hanyalah karena tidak terjadi kerjasama dan komunikasi yang baik antar suami-istri dalam menghadapi krisis. Jika demikian, saling pengertian tidak bisa ditumbuhkan.
Rumah tangga yang dibangun bersama akan berjalan baik jika masing-masing merasa memiliki. Istri akan rela membantu suami mengatasi krisis keuangan, karena bukankah suami dan anak-anaknya adalah bagian dari rumah tangganya juga. Suami ikhlas membantu saat istri penat mengurus rumah tangga dan anak-anaknya, karena bukankah mereka adalah orang-orang yang berada di bawah pengayoman dan perlindungannya. Komunikasi dan kerjasama antar keduanya selayaknya lebih baik dari dua orang yang bersahabat.
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya perempuan adalah saudara laki-laki. “ (HR Abu Dawud dan an-Nasa’i).
Tetap Istiqamah Mengemban Dakwah
Sering krisis keuangan dalam rumah tangga menjadi alasan untuk meninggalkan kewajiban mengemban dakwah. Tidak hanya para ibu, tetapi juga para bapak.
“Nanti sajalah, saya akan aktif kembali berdakwah kalau masalah keuangan beres,” demikian alasan yang sering dilontarkan. Padahal tak ada yang tahu, kapan masalah keuangan akan selesai. Sungguh tepat, bahwa hal yang mampu melepaskan diri dari berbagai krisis hanyalah tetap teguh mengemban dakwah. Seorang kawan menyampaikan nasihat, “Dalam keadaan sesulit apapun, tetaplah berjuang mengemban dakwah Islam. Para sahabat Nabi saw. dalam keadaan teraniaya, tersiksa, menderita lemah dan lapar, mereka tetap teguh dan semakin bergelora untuk memperjuangkan kemuliaan Islam. Sebab, mereka yakin, pertolongan Allah sangat dekat pada hamba-hamba-Nya yang menolong agama-Nya.”
Keteguhan pasangan suami istri untuk tetap menolong agama Allah, dalam kondisi krisis keuangan akan membantu mengokohkan iman, melapangkan hati, melahirkan keikhlasan dan menguatkan tawakal. Krisis ekonomi rumah tangganya justru membuat dirinya semakin dekat dengan Allah. Alangkah berharga nilai keimanan di saat krisis.
Dalam keadaan hati yang ikhlas dan lapang, berbagai ide kreatif untuk menyelesaikan masalah, insya Allah, akan mudah digulirkan. Bandingkan dengan hati yang terbebani dan perasaan yang selalu merasa menderita. Perasaan semacam ini hanya akan membuat pikiran terasa sempit, akal tak lagi bisa berpikir jernih, apalagi bertindak produktif. [Lathifah Musa]


Sumber http://hizbut-tahrir.or.id